Setelah memasangkan alat bantu dengar atau implan koklea pada anak, terapi mendengar dan berbicara (Auditory-Verbal Therapy) menjadi kebutuhan utama selanjutnya bagi anak dengan gangguan dengar. Lewat bantuan terapis, orang tua bisa belajar melakukannya juga.
Menurut terapis AV dari Yayasan Rumah Siput Indonesia, Pusat (Re)habilitasi Pendengaran, Eka K. Hikmat, S. Psi, setelah orang tua ucapkan katanya, ulangi beberapa kali, kemudian biarkan anak mencoba mendengarkan, mengidentifikasi katanya, dan berusaha menirukan.
“Kalau anak sudah berusaha mengucapkan tapi belum sempurna, hargai dengan memberinya pujian, jangan malah dikritik dan disalahkan terus. Wajar kalau anak salah. Kalau masih salah minta coba lagi saja di kesempatan-kesempatan lainnya,” tuturnya dalam workshop bertajuk ‘Kegiatan AVT yang Aplikatif dan Menyenangkan’ yang digelar di Hotel Amaris Yogyakarta dan ditulis pada Jumat (2/5/2014).
Eka menambahkan makin banyak pujian penghargaan yang diberikan kepada mereka, anak akan makin percaya diri dan bersemangat untuk terus mencoba lagi. Dan ia pun mengingatkan, bila anak tak kunjung mampu menirukan kata yang diajarkan orang tua atau terapisnya, maka jangan dipaksa terus menirukan pada saat itu juga.
“Kalau bisa saat menstimulasi pendengaran anak, usahakan jangan selalu langsung diperlihatkan mainan yang sedang kita sebutkan. Bisa kita bungkus pakai kain atau semacamnya dulu, agar dia fokus pada pendengarannya dulu ketimbang visualnya,” imbuhnya.
Eka menekankan yang terpenting orang tua harus aktif berbicara pada anak secara langsung dan terus-menerus. Menurut riset pakar psikologi anak, Betty Hart dan Todd R Risley (1995 dan 1999), idealnya orang tua harus bercakap-cakap yang bermakna dan kontekstual dengan anak sebanyak:
– 340 kalimat per jam
– 1.440 kata per jam
– 90 pertanyaan per jam
– 17 kalimat afirmasi/pujian atau pengakuan per jam
– 7 larangan per jam
Dan target jumlah kata yang disampaikan orang tua kepada anak adalah sebanyak 10-50 juta kata hingga anak mencapai usia empat tahun.
“Dan ini terbukti benar, anak yang jarang diajak bicara oleh orangtuanya memang cenderung mengalami speech delay (keterlambatan bicara),” tambahnya.
Lalu bagaimana cara orangtua memastikan agar orangtua dapat memenuhi target jumlah kata tersebut? Berikut panduan singkat dari Eka untuk memastikan hal itu:
1. Gunakan perbendaharaan kata yang beragam, jangan hanya menggunakan kata benda saja.
2. Buat daftar kata yang akan diajarkan ke anak.
Komposisi target kata yang dikuasai anak adalah 55 persen kata benda; 14 persen kata kerja; 7 persen kata sifat; dan 24 persen kata-kata lainnya.
3. Hitung juga berapa jumlah kata yang sudah dapat diucapkan si anak secara spontan.
Bisa dengan membuat tabel sederhana yang terdiri atas empat kolom, yang masing-masing berisi kata benda, kata kerja, kata sifat dan kata lain-lain. Cara ini untuk memastikan target persentase kata yang dikuasai anak sudah seimbang.
4. Setelah anak mulai bisa mengungkapkan satu kata-satu kata, mulailah ajari dia untuk menggabungkan dua kata. Utamanya kata atau frase yang akan paling sering anak butuh ucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ingat, ucapkan atau contohkan terlebih dahulu agar anak dapat menirukannya.
5. Perbanyak kosakata anak, baik dari buku atau majalah, yang terpenting sesuaikan dengan usia anak.
“Ingat, tujuan dari terapi ini adalah mengajari anak (untuk mendengar dan berbicara), bukannya mengetes. Jangan anak langsung ditanya ini apa, tapi stimulasi agar mau menirukan apa yang Anda ucapkan,” tegasnya dalam workshop yang diselenggarakan Rumah Ramah Rubella tersebut.
http://health.detik.com/read/2014/05/02/141604/2571460/763/anak-dengan-gangguan-dengar-bisa-sukses-bicara-jika-terapinya-seperti-ini
Rahma Lillahi Sativa – detikHealth






